Selasa, 08 September 2009

NGABEN


Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang dilakukan di Bali, khususnya oleh yang beragama Hindu, dimana Hindu adalah agama mayoritas di Pulau Seribu Pura ini. Di dalam Panca Yadnya, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh lelulur. Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, सिवा Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sbg dewa pencipta juga adalah dewa api. Jadi ngaben adalah proses penyucian roh dgn menggunakan sarana api sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta utk mem-pralina yaitu membakar kekotoran yg melekat pada atma/roh.Prosesi ngaben dilakukan dgn berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa sajen dan kelengkapannya sbg simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering dilakukan umat Hindu Bali. Ngaben dilakukan untuk manusia yg meninggal dan masih ada jenazahnya, juga manusia meninggal yg tidak ada jenazahnya spt orang tewas terseret arus laut dan jenazah tdk diketemukan, kecelakaan pesawat yg jenazahnya sudah hangus terbakar, atau spt saat kasus bom Bali 1 dimana beberapa jenazah tidak bisa dikenali karena sudah terpotong-potong atau jadi abu akibat ledakan.




Jumat, 28 Agustus 2009

PENJOR


Penjor, adalah sebatang bambu yang ujungnya melengkung, dihiasi dengan daun kelapa/enau yang muda serta daun-daunan lainnya (plawa). Perlengkapan penjor meliputi palabungkah (umbi-umbian) seperti ketela rambat, palagantung seperti kelapa, mentimun, pisang dan sebagainya, palawija (biji-bijian) yaitu jagung, padi dan sebagainya, jajan, 11 uang kepeng/logam serta sanggah lengkap dengan sesajennya. Pada ujung penjor digantungkan sampian penjor, Adalah serentan sarana umat bali untuk menyambut Hari Raya Galungan dan kuningan .
GALUNGAN selalu identik dengan penjor. Ketika Galungan tiba, laki-laki Bali akan suntuk menghias penjor lalu menancapkannya di depan pintu rumah masing-masing saat Penampahan Galungan. Apalagi di daerah Bali Selatan, seperti Gianyar, Denpasar dan Badung, orang berlomba-lomba membuat penjor semeriah mungkin dengan aneka sentuhan seni.Dalam hitungan kalender Bali, Galungan jatuh pada hari Rabu (Buda) Kliwon, wuku Dungulan dan akan jatuh setiap 6 bulan Bali atau 7 bulan kalender masehi (210 hari). Walopun umumnya Galungan terjadi 2 kali dalam setahun, namun di tahun 2007 ini Galungan hanya terjadi 1 kali.Sementara Kuningan jatuh pada hari Sabtu (Saniscara) Kliwon wuku Kuningan, tepat 10 hari setelah Galungan.
Penjor, menurut penulis buku-buku agama Hindu, I Gusti Ketut Widana dalam buku Lima Cara Beryadnya, secara filosofis sebagai lambang perthiwi (bumi) dengan segala hasilnya yang disebut Sanghyang Anantabhoga. Juga berarti persembahan ke hadapan Batara Mahadewa yang berstana di Gunung Agung."Arti lainnya yang lebih bersifat universal adalah sebagai tanda terima kasih atas segala waranugraha (anugerah atau karunia)-Nya yang telah dilimpahkan kepada umat manusia," kata Widana. Karena itulah, imbuh Widana, dari segi ritual apa yang ditampilkan dalam sebuah penjor adalah berupa hasil-hasil bumi yang terkelompok ke dalam sebutan palabungkah-palagantung ditambah banten penjor.Penekun sastra Hindu
Menurut Drs. IB Putu Sudarsana, MBA., M.M., dalam buku Ajaran Agama Hindu (Acara Agama) menyebut penjor berasal dari kata peenyor yang diartikan sebagai pengajum atau pengastawa. Penjor sendiri dimaknai Sudarsana sebagai simbol pemujaan ke hadapan Sang Hyang Siwa Meneng beserta dengan Ista Dewata-nya yang distanakan di Pura Besakih.Aneka sarana dalam penjor pun, menurut Sudarsana, memiliki makna tersendiri. Kain putih merupakan simbol kekuatan Hyang Iswara. Bambu sebagai simbol kekuatan Hyang Mahesora. Jajan sebagai simbol dari kekuatan Brahma. Kelapa sebagai simbol kekuatan Hyang Rudra. Janur sebagai simbol kekuatan Hyang Mahadewa. Daun-daunan (plawa) sebagai simbol kekuatan Hyang Sangkara. Palabungkah, palagantung sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu. Tebu sebagai simbol kekuatan Hyang Sambu. Sanggah Ardha Candra sebagai simbol kekuatan Hyang Siwa. Sementara upakara-nya sebagai simbol kekuatan Hyang Sada Siwa dan Parama Siwa.Menurut buku Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-aspek Agama Hindu (I-XIV) penjor merupakan simbol gunung yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan seperti Gunung Agung. Tujuan pemasangan penjor sebagai wujud rasa bhakti dan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi.

Rabu, 26 Agustus 2009

GAMBELAN BALI


Pulau Bali memang tak pernah sepi bunyi gamelan. Seni musik tradisional ini hampir selalu ditabuh dalam tiap upacara keagamaan, selain juga disuguhkan dalam kesempatan yang bersifat profan. Lazimnya, seni karawitan ini dimainkan kaum pria. Lebih dari 15 jenis ensambel gamelan yang tersebar di seluruh Bali tak ada yang diperuntukkan untuk wanita. Karena itu parade gamelan yang dibawakan kaum wanita Bali dalam PKB merupakan peristiwa langka yang sangat menarik perhatian penonton. Selama ini kaum hawa Bali lebih dikenal sebagai penari, bukan sebagai pemain gamelan. Dalam perjalanan PKB pada periode 1990-1995, masyarakat penonton sempat disuguhi festival gamelan yang dibawakan penabuh wanita jago masing-masing kabupaten/kota di panggung Ardha Candra. Memang, tonggak dilazimkannya wanita Bali menggeluti dunia gamelan berawal di arena PKB itu. Dari arena PKB, semangat kaum wanita Bali menggauli gamelan kemudian merambah ke tengah masyarakat. Kini mulai sering dapat kita pergoki ibu-ibu PKK dengan suntuk berlatih menabuh gamelan di balai banjar dan balai desa atau di sanggar-sanggar seni. Sekarang tidak terasa aneh lagi ritual keagamaan disertai penyajian gamelan oleh grup gamelan kaum wanita. Selain menyajikan musik instrumental, ada juga yang sanggup mengiringi pementasan Topeng atau tarian ritual keagamaan lainnya. Ngayah - berkesenian secara tulus tanpa bayaran - dalam konteks upacara keagamaan menjadi salah satu penyangga eksistensi kesenian Bali. Hadirnya kelompok-kelompok gamelan di kalangan wanita sekarang ini utamanya sangat distimulasikan emosi religiusitas tersebut. Saat menyongsong datangnya upacara keagamaan di lingkungan mereka, gairah untuk membentuk grup gamelan wanita mengemuka. Jika grup telah terbentuk, mereka akan mengadakan pelatihan, meningkatkan keterampilannya, dan menggalang kerja sama penyajian musikalnya. Memang, gamelan yang umumnya ditabuh kaum wanita Bali adalah Gong Kebyar, salah satu seni karawitan Bali yang biasanya dimiliki tiap desa Bali memiliki puspa ragam jenis ensambel gamelan, dari gamelan yang tergolong tua seperti Slonding dan Gambang, hingga bentuk gamelan baru seperti gamelan Gong Kebyar. Hingga kini, kaum wanita Bali belum banyak melirik gamelan di luar Gong Kebyar. Mungkin gamelan Gambang yang teduh dan tenang, yang kini kurang mendapat perhatian di kalangan seniman Bali, lebih cocok ditabuh dengan penuh kelembutan oleh karakter feminim kaum wanita. Semangat kaum wanita Bali dalam mencumbu gamelan, baik sebagai penabuh maupun sebagai kreator, kini memang telah terbuka lebar. Namun, yang tampak dimainkannya selama ini, tabuh maupun iringan tari, adalah karya karawitan berkarakter musikal maskulin yang menuntut persyaratan skil tinggi. Karena itu, terasa sekali adanya degradasi bobot estetis sebuah komposisi yang disajikan penabuh wanita. Kejelimetan ornamentasi dan fluktuasi tempo misalnya yang dituntut sebuah komposisi, khususnya karawitan kreasi, cenderung belum mampu diinterpretasikan. Solusi dengan jalan penyederhanaan bahkan pemangkasan bagian-bagian yang kurang mampu dibawakan wanita pun biasanya ditempuh yang tentu saja mencederai konsep musikal tabuh atau iringan tari. Dengan munculnya beberapa komposer wanita Bali, mudah-mudahan akan menghadirkan cipta karawitan dengan konsep musikal yang sejiwa dan sekarakter dengan grup-grup penabuh wanita itu. Kaum wanita Bali dikenal perkasa. Artinya, selain memiliki kelembutan hati, juga dikaruniai kekerasan jiwa, Karena itu, rupanya tak menjadi kendala besar bagi mereka untuk menggauli seni gamelan yang selama ini dihegemoni kaum pria. Dan, PKB telah memberikan ruang dan peluang bagi wanita Bali untuk unjuk kesetaraan berkesenian dalam gebyar-gebyar Gong Kebyar. Sayang, tempat pementasannya yang relatif sempit, di sebelah timur panggung Ksiarnawa, yang tak mampu menampung luapan penonton, mengesankan parade Gong Kebyar Wanita dalam PKB ke-31 ini didiskriminasikan jika dibandingkan parade Gong Kebyar Dewasa dan Gong Kebyar Anak-anak yang arena pentas mabarung-nya di pangggung bergengsi Ardha Candra, yang berkapasitas 5.000 penonton. Mungkin panitia PKB tidak memprediksikankan bahwa histeria masyarakat Bali terhadap penampilan Gong Kebyar Wanita juga tak kalah

PESTA KESENIAN BALI


Pesta Kesenian Bali (PKB) merupakan ajang pementasan seni dan budaya, dimana aura artistiknya memaparkan situasi yang kadang sedang terjadi di masyarakat dan kecendrungan-kecendrungannya. Ajang ini tidak saja diikuti oleh 8 Kabupaten dan 1 Kotamadya yang tersebar di Pulau Dewata tetapi peserta dari dalam maupun luar negari juga ikut berperan aktif di dalamnya seperti Negara Jepang, China, Korsel dan lain-lain. Dilatarbelakangi oleh antusiasme masyarakat yang begitu besar dan kewajiban pemerintah untuk melestarikan budaya setempat, Pesta Kesenian Bali (PKB) telah menyelenggarakn event nya setiap tahun bahkan kali ini akan diselenggarakan yang ke 31 kalinya.Adapun kegiatan pokoknya tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Yaitu : Pawai, Pagelaran, Pameran dan Sarasehan. Namun pada PKB kali ini lebih menonjolkan pada kualitas pementasan atupun pagelaran, sehingga dibentuk Tim Kurator yang secara khusus mengadakan seleksi terhadap pementasan ataupun pagelaran yang akan ditampilkan pada Pesta Kesenian Bali tahun ini. Harapan nantinya, tidak saja kesenian yang berkualitas saja yang bisa ditampilkan tetapi cendrung kepada bagaimana sebuah pementasan bisa menyampaikan pesan-pesan moral untuk mendidik masyarakat kearah tatanan budaya yang lebih baik lagi. Apalagi untuk tahun depan (Tahun 2009) grup-grup kesenian yang mendaftar terutama dari luar negeri sudah semakin banyak. Tentunya ini bisa dipakai sebagai salah satu Barometer perkembangan Budaya Bali yang semakin mendunia. Untuk itu sudah menjadi tugas kita sebagai generasi penerus untuk tetap melestarikan sendi-sendi fundamental budaya yang masih mengakar di Pulau Dewata, Bali. Penyelenggaraan event untuk Tahun 2009 akan dilaksanakan pada Minggu Kedua Bulan Juni 2009. Dengan mengambil tempat di Taman Budaya Bali ( Art Center) Denpasar Bali.Ada yang berbeda dari PKB kali ini. Dimana rencana pembukaan pawai yang tahun lalu mengambil tempat di depan Gedung Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Renon dan berakhir di Taman Budaya. Untuk tahun 2009 direncanakan pembukaannya mengambil tempat di depan Gedung Jaya Sabha. Yang memungkinkan masyarakat untuk bisa menyaksikan lebih dekat tentang pawai pembukaan tersebut. Sehingga tujuan utama pelaksanaan kegiatan Pesta Kesenian Bali ini akan bisa diwujudkan, yaitu bagaimana masyarakat mau mengenal, menjaga dan melestarikan budaya yang sudah mendarah daging di negeri kita tercinta….Bali.

TARI REJANG

Tari Rejang Dewa merupakan simbol menyambut kehadiran Hyang Widhi Waca dan para dewata dari Kahyangan ke dunia. Tari Rejang ini adalah Tarian Sakral Religius jadi tidak boleh disembarang tempat, hanya dibolehkan di area suci Pura